Meditasi


Minggu, 13 September 2015

Seindah Himalaya

Sungguh nikmatnya mencintai dengan tulus, tanpa pamrih tak mengharap ia menyambut berbagi cinta yang sama mampu membuatnya tersenyum, merasa aman disampingku bahkan selalu mendengarkan arahanku  itulah seindah-indah mencinta

aku mencintainya bahkan melebihi diriku sendiri, aku mengkwatirkannya dan aku menjaganya dengan jarak jutaan mil antar benua, antar kota dan ntah dimana keberadaannya, aku mendampingnya dalam doa dan ketulusanku, sebatas getar ponsel yang menyatukan detak itupun tak sesering panggilan adzan. lahaulawalaquwwata illa billah

Setelah tahun aku gilas, dentum siksa atas rasa yang mengelabuhi, rasanya aku terjebak pada gejolakku, pandangan pertama yang menggetarkan dan aku muak, aku benci kenangan itu dan aku menyumpahi diriku sendiri atas kebodohan ini. Bagaimana tidak, aku sakit karna mencintainya, karna merindukannya, karna memikirkannya, karna merasakannya, karna penuh otakku tentangnyaaku lelah, aku benci diriku sendiri, aku benci rasaku, ini bukan anugerah, demi Allah aku benci dengan siksa yang tak wajar ini. "aku menyerah.....!!!!!!!!" airmataku tumpah, menggumpal sesak yang berdarah, aku muntahkan semua amarah ini, aku berjanji mengubur semuanya, aku kecewa pada RASA yang katanya anugerah, sungguh aku tak pernah mempercayai. sesakit ini anugerah? bersetan bicara anugerah, aku benci, aku muak kehidupan.

3Tahun yang lalu saat egoku nanar, setelah bertahun-tahun tak menjalin hubungan, setelah bertahun-tahun aku mampu berdamai dengan luka dan perihnya perpisahan, hari itu datang kembali, terulang lagi dan seperti mengolok-olokku, bagaimana aku tak ingin mati, agar mampu pergi dari segala hiruk pikuk dunia yang memuakkan. waktu berjalan cepat, dan secepat itu pula aku belajar tentang pergolakan hidup, ketulusan dan pamrih, aku mencermati meski sesekali harus berperang dengan nurani, saat ego meletup-letup melambaikan parang berapi. aku jatuh bangun mengumpulkan sisa tenagaku yang dipermainkan rasa, bahkan andai bisa ku beli, saat itu ingin ku beli kematian.
astaghfirullah aku lumpuh, terpuruk dan hina. aku tau aku kalah dipermainkan rasa

Banyak Quotes tentang cinta dan aku tak mempercayainya, bahkan semakin manis kata-katanya semakin pahit aku merasakannya. bedebah sekali.

Waktu bergulir, aku mulai mampu melihat cinta dari sisi berbeda, aku mampu berdamai dengan egoku, dan mulai mampu melihat cinta secantik siluet senja, aku mulai menikmati apapun atas nama cinta dan ternyata aku bisa tak merasa disakiti karna CINTA (amazing bukan, tepuk tangan, jogedjoged dan jingkrak-jingkrak, berasa ini mimpi, tak cukup yakin aku mampu melihat cinta dengan sisi berbeda dan inilah yang akhirnya kuyakini bahwa Cinta benar-benar Anugerah) subhanallah.............

Cinta.... aku menikmati mencintainya dan tak pernah lagi merasa terluka karna tak terbalaskan, aku tak lagi kecewa atas rasaku ini, justru aku memupuknya, membiarkan cintaku semakin kuat, dengan segenap jiwa ragaku dan ketulusanku, aku menjaganya semampuku. ini semua bahagiaku, aku tak memaksa seseorang memikul bebanku untuk pula mencintai sepertiku mencintainya, karna aku mencintainya tanpa alasan, aku mencintainya karna Allah, lalu padaNya keseluruhan kuserahkan.
kasih itu damai saat aku mampu menyuguhkannya pada seseorangku, saat aku mampu menjadi air kala dahaganya, menjadi selimut kala dinginnya, menjadi teman kala letihnya dan menjadi "ada" kala tak seorangpun ada untuknya. aku menikmati mencintainya, menikmati kerinduanku mendekapnya, menikmati kekwatiranku disela-sela kesibukannya. aku mencoba dekat, sedekat nadinya, aku mencoba ada di sisinya, aku mencoba menjadi segalagalanya, bukan agar diapun mencintaku, tapi sungguh karna aku mencintainya, karna Allah cintaku padanya. bahkan aku ingin dia tak pernah tau seindah ini aku mencintainya.

*Goeboexterakhierq: Cintaku seindah dan setinggi Himalaya, cintaku karnaNya  karna rasaku dariNya :) :*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar